Australia Awards in Indonesia

Australia Awards adalah beasiswa dan studi singkat bergengsi yang bersifat transformatif, diberikan kepada para pemimpin masa depan untuk menempuh studi, penelitian, dan pengembangan profesional di Australia

10 Oktober 2025

En Route to Maritime Law and Policy: Febryani Sabatira’s Journey from Grassroots Environmental Initiative to Research

Melihat kondisi lingkungan pesisir Bandar Lampung yang tercemar membuat Febryani Sabatira tergerak untuk mendirikan Lampung Sweeping Community (LSC). Didirikan pada tahun 2019, LSC didirikan untuk melindungi lingkungan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Melalui inisiatif ini, Feby mendalami penelitian tentang polusi plastik di laut dan hukum laut. Kecintaannya pada hukum laut akhirnya membawanya untuk mengejar gelar Master of Maritime Policy di University of Wollongong (UOW) pada tahun 2024 melalui Australia Awards Scholarship (AAS). "Saya sempat mempertimbangkan untuk belajar di Eropa atau Amerika Serikat, tetapi saya menemukan bahwa UOW memiliki jaringan yang kuat dengan para ahli di bidang kajian maritim, baik hukum maupun kebijakan," ujar Feby. Mengalihkan Fokus ke Pembangkit Listrik Tenaga Angin Lepas Pantai Awalnya, Feby berniat untuk melanjutkan penelitiannya tentang hukum laut dan polusi plastik di laut. Namun, karena tingginya tingkat ketidakpastian di sekitar isu-isu tersebut, ia memutuskan untuk mengalihkan fokusnya ke pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai. "Selama di UOW, saya berkesempatan untuk menghadiri konferensi tentang keanekaragaman hayati di luar yurisdiksi nasional dan energi terbarukan lepas pantai .... Saya merasa yakin bahwa penelitian saya dapat memberikan kontribusi yang berarti jika pemerintah Indonesia berencana untuk mengembangkan proyek-proyek pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai," jelas Feby. Di bawah bimbingan Camille Goodman dan Dawoon Jung, keduanya merupakan pakar terkemuka di bidang hukum laut, Feby merasa kemampuan berpikir kritisnya semakin terasah. Magang di Mahkamah Internasional untuk Hukum Laut Setelah Feby menyelesaikan studinya dan kembali ke Indonesia, ia merasa sangat sulit untuk mengidentifikasi peluang kerja yang sesuai dengan keahliannya. Alih-alih, dengan rekomendasi dari atasannya, ia melamar magang di International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) di Hamburg. Ia melihat magang ini sebagai kesempatan berharga untuk memperdalam pemahamannya tentang hukum laut. Selain tugas-tugas hariannya, Feby juga melakukan proyek penelitiannya sendiri di ITLOS, meneliti dampak dari Pendapat Penasihat ITLOS terhadap pengembangan pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai di Indonesia. "Supervisor saya, Camille, sangat antusias ketika mendengar proyek penelitian saya di ITLOS. Dia secara aktif memberikan masukan kepada saya. Hingga saat ini saya masih sering berkonsultasi dengannya," ujar Feby. Proyek Kolaborasi dengan Dosen Pembimbing Sadar akan perjuangan Feby untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai, supervisornya juga mengundang Feby untuk bergabung dalam sebuah proyek penelitian sebagai research associate. Penelitian kolaboratif yang meneliti lanskap regulasi untuk keselamatan dan keamanan maritim dalam pengembangan ladang angin lepas pantai di seluruh wilayah Asia-Pasifik ini diharapkan akan dipublikasikan pada akhir tahun 2025 sebagai laporan yang komprehensif. Selain membangun jaringan yang kuat dengan para dosennya, Feby juga secara aktif membina persahabatan dengan teman-teman sekelasnya di UOW. Ia menceritakan bagaimana pada bulan Agustus 2025, ia berkesempatan untuk menjadi pembicara di Akademi Hukum Laut Internasional Filipina 2025. "Saat mempersiapkan Akademi Hukum Laut Internasional Filipina, Camille sekali lagi mendukung saya dengan sepenuh hati. Dia sangat bersemangat untuk membantu saya mempersiapkan diri," tambah Feby. Feby juga percaya bahwa hubungan ini memainkan peran penting dalam keterlibatannya sebagai pelapor pada Konferensi Tahunan Hukum & Kebijakan Laut ke-48, yang diselenggarakan di India pada tanggal 9-12 September 2025. Mendorong Sesama Perempuan yang Rentan Tumbuh dalam keluarga dengan kondisi keuangan yang sederhana, ia pernah harus berjualan makanan agar dapat menyelesaikan sekolah menengah atas. Ketika tiba waktunya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, Feby juga tak kenal lelah untuk menjadi guru les demi mendapatkan penghasilan tambahan untuk membiayai kuliahnya di UNILA. Tekadnya untuk mengejar pendidikan tinggi dipandang sebagai sebuah anomali di lingkungannya, di mana banyak orang percaya bahwa perempuan muda harus menikah dini. "Sayangnya, tidak semua orang memiliki dorongan yang sama untuk belajar. Di komunitas tempat saya dibesarkan, banyak orang tua yang tidak mendukung ketika anak-anak mereka ingin kuliah. Mereka justru mendorong anak-anak mereka untuk langsung bekerja, karena khawatir dengan biaya pendidikan yang tinggi," jelas Feby. Saat ini, Feby sedang mengejar cita-citanya untuk menjadi dosen dan berencana untuk terus memperkuat keahliannya, salah satu jalurnya adalah bekerja dengan LSM di bidang hukum laut.

Bagikan artikel ini di:

Artikel Terkait


Kembali ke atas